Anindya Diqza
Mengapa Saya Pernah Meremehkan Bahasa Indonesia

Kurikulum 2013 sekarang kan ada pelajaran peminatan, sama yang wajibnya itu sendiri. Nah, karena saya masuk kelompok peminatan ilmu bahasa dan budaya, ada deh tuh yang namanya sastra bahasa Indonesia. Untuk sastra, kita lebih mengarah ke unsur bahasa, kegunaan bahasa, dan pengembangan bahasanya itu sendiri.

Kalau bahasa Indonesia wajib, lebih mengarah ke hal-hal yang menurutku lumayan klise. Contohnya pembuatan teks laporan, dll.

Saya suka mencari-cari kata serapan dari bahasa Belanda dan Inggris. Untuk yang bahasa Inggris emang lumayan gampang, tapi mencari kata serapan dari bahasa Belanda itu cukup menantang. Ada beberapa kata yang terdengar merupakan kata asli bahasa Indonesia, tapi ternyata kata tersebut dari bahasa Belanda.

Kembali ke pembicaraan kita tadi yang menyangkut tentang para pelajar yang malas berbahasa Indonesia. Saya baru saja membaca tentang pengaruh arus globalisasi yang melunturkan rasa bangga berbahasa Indonesia. Di buku saya tertulis: banyak orang Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau mempelajarinya karena merasa dirinya telah cukup dengan kemampuan berbahasa Indonesia yang telah ia miliki.

Menurut saya mereka mempunyai dua alasan mengapa sebagian dari kami merasa cukup dengan kemampuan berbahasa Indonesia kami:

1. Sejak SD kami sudah diajarkan tentang cara menggunakan bahasa Indonesia, metode pengajaran di SD pun disesuaikan dengan kemampuan anak SD. Sehingga dalam pelajaran, saya ingat betul bahwa teori yang disampaikan bersifat implisit(diberikan contoh penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kami lebih mudah mengerti). Tapi lambat laun kami berpikir, kami ingin mengerti apa kegunaan dari sistem-sistem yang sudah ditetapkan, sayangnya belum banyak guru yang dapat memfasilitasi hal ini (masih mengajarkan sistem secara implisit, yang mana kami sudah mengerti. Sehingga cenderung mengulang-ulang apa yang sudah kami ketahui). Kami tidak pernah mengerti bagaimana cara kerja sistem-sistem yang sudah ditetapkan, sehingga tidak banyak dari kami pula yang bisa berbahasa Indonesia, namun tidak pernah bisa menerangkan kegunaan sistem (atau tata bahasa) yang ada.

2. Yang kedua ini menurut saya adalah alasan pokoknya. Bahasa Indonesia cenderung tercampur dengan bahasa daerah dalam penggunaannya di kehidupan sehari-hari. Kebanyakan guru bahasa Indonesia merupakan guru-guru yang berasal dari berbagai daerah. Di saat kelas bahasa Indonesia berlangsung pun beberapa dari guru ini menggunakan bahasa daerahnya masing-masing. Para siswa yang ada di kelas pun berasal dari daerah-daerah yang berbeda, sehingga ketika kami belajar, kami kesulitan membedakan bahasa daerah kami dan bahasa pemersatu kami, bahasa Indonesia.

Ini saja yang ingin saya bahas, karena di pelajaran sastra pun saya masih masuk bab 3 yang membahas bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Hehe.

Sep 10, 2015 6:48 PM
Comments · 1

Maaf, yang pengembalian topik itu bukan ke para pelajar yang malas berbahasa Indonesia, tapi mengapa saya pernah meremehkan bahasa saya, bahasa Indonesia. :)

September 10, 2015